![]() |
Pendiri Haidar Alwi Care (HAC) dan Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi (Foto: Istimewa) |
sukabumiNews.net, JAKARTA – Kebijakan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang secara resmi membentuk Satgassus Optimalisasi Penerimaan Negara pada 16 Juni 2025, dinilai R Haidar Alwi, pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute sebagai manuver tepat, strategis, dan sangat dibutuhkan oleh bangsa yang tengah berjuang membangun fondasi fiskal yang kuat, mandiri, dan berkeadilan.
Untuk itu, Haidar Alwi sangat mengapresiasi kebijakan Kapolri tersebut. Ia menilai, Satgassus ini bukan hanya sekadar upaya administratif dari institusi kepolisian, tetapi merupakan ikhtiar moral negara dalam membenahi kebocoran struktural yang selama ini merusak sendi penerimaan nasional.
“Negara ini terlalu sering hadir dengan tangan keras untuk urusan politik, tapi kerap absen saat harus menambal lubang fiskal yang diciptakan oleh sistem yang lemah. Kini Polri menunjukkan keberanian yang jarang: masuk ke sektor yang sunyi, tapi sangat menentukan,” ujar Haidar Alwi, melalui pesan tertulis yang diterima, Rabu (18/6/2025).
Kepemimpinan Tegas dan Kerangka Hukum yang Solid
Dari sisi hukum, pembentukan Satgassus berada dalam jalur konstitusional. Kapolri memiliki wewenang untuk membentuk satuan tugas berdasarkan UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, khususnya Pasal 14 ayat (1) huruf b dan i. Yang penting bukan hanya dasar hukumnya, melainkan tujuan dan transparansinya.
Menurut Haidar Alwi, penunjukan Herry Muryanto sebagai kepala Satgassus dan Novel Baswedan sebagai wakil adalah sinyal bahwa satgas ini dibentuk dengan serius, bukan sebagai alat politik, melainkan sebagai instrumen perbaikan sistemik.
Ia menegaskan, “Satgassus ini bukan untuk menyaingi lembaga lain, tapi untuk mengisi kekosongan yang selama ini hanya diperdebatkan tanpa tindakan. Selama tetap akuntabel, tidak ada alasan publik untuk meragukannya.”
Namun ia juga memberikan catatan: keberanian membentuk struktur harus dibarengi dengan disiplin moral dan kesediaan untuk dievaluasi publik. Satgassus harus membuka diri terhadap audit, laporan periodik, dan kontrol masyarakat sipil agar tidak menjelma menjadi kekuasaan tak tersentuh.
Potensi Kerugian Triliunan Rupiah: Luka Fiskal yang Perlu Diobati
Haidar Alwi menyoroti akar masalah kenapa Satgassus ini sangat relevan. Salah satu contoh yang diangkat adalah temuan Satgassus di sektor perikanan, terutama di Pelabuhan Benoa dan Mayangan. Di lokasi-lokasi ini ditemukan ratusan kapal yang tidak memiliki izin atau melakukan praktik ukur ulang kapal di bawah 30 GT untuk menghindari pungutan PNBP.
“Dari data yang saya telaah, potensi kehilangan penerimaan negara dari praktik manipulasi izin kapal dan penghindaran PNBP bisa mencapai lebih dari Rp3,2 triliun per tahun, hanya dari sektor perikanan skala menengah dan besar,” jelasnya. Angka ini belum mencakup sektor tambang, kehutanan, dan logistik, yang juga sarat praktik penghindaran pajak dan permainan administratif.
Ia menyatakan bahwa luka ini bukan hanya soal uang, tapi soal kedaulatan. Sebab ketika negara tak mampu memungut haknya sendiri, maka negara telah kehilangan otoritas moral dan fiskal. Satgassus ini, menurut Haidar, menjadi penting karena memulihkan wibawa negara di tempat yang paling sering dilupakan: meja izin dan dermaga nelayan.
Seruan untuk Rakyat dan Jalan Moral Reformasi
Haidar Alwi mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk tidak bersikap sinis terhadap upaya perbaikan yang dilakukan oleh negara, selama upaya itu menunjukkan niat dan arah yang benar. Ia memahami bahwa masyarakat sering skeptis terhadap pembentukan tim-tim baru yang hanya kuat di nama tapi lemah dalam hasil. Namun Satgassus kali ini, menurutnya, berbeda.
“Bukan karena siapa yang membentuk, tapi karena siapa yang diajak bergabung dan apa yang dikerjakan. Ketika aparat masuk ke ruang fiskal, dan melakukannya dengan metodologi yang bersih, maka itu harus kita dukung. Tapi jangan diberi cek kosong. Dukung, tapi awasi,” katanya.
Ia menyerukan agar Satgassus secara berkala membuka laporan kerja kepada publik, termasuk temuan kebocoran, perbaikan sistem, hingga rekomendasi peraturan yang akan diperjuangkan. Dengan demikian, kepercayaan publik bisa dibangun bukan lewat janji, tapi lewat kejelasan arah dan pencapaian yang terukur.
Kapolri telah membuka pintu yang selama ini tertutup rapat: pintu intervensi aktif terhadap kebocoran fiskal yang sering dibiarkan. Satgassus ini, dalam pandangan Haidar Alwi, bukan hanya upaya menyelamatkan uang negara, tetapi menyelamatkan kepercayaan bangsa terhadap instrumen-instrumen hukumnya sendiri.
Langkah ini memang belum sempurna. Tapi di negeri yang sudah terlalu lelah dengan janji dan kompromi, keberanian seperti ini pantas disambut, dikawal, dan diberi ruang untuk tumbuh.
Lebih jauh, Haidar Alwi menyebut Satgassus ini sebagai prototipe moral birokrasi baru, yakni satuan yang tidak hanya bergerak karena perintah struktur, tapi karena rasa tanggung jawab terhadap masa depan republik.
“Kalau benar dijaga, ini bukan hanya Satgas. Ini bisa jadi simbol bahwa negara masih bisa berubah ke arah yang lebih bersih, dan saya yakinkan kepada seluruh masyarakat Indonesia bahwa kepemimpinan Kapolri jenderal Listyo Sigit Prabowo adalah yang terbaik, karena beliau bukan hanya menjaga stabilitas, tetapi juga berani mengambil langkah solutif di saat banyak pihak memilih diam.” pungkas Haidar Alwi. (Red*)