![]() |
| Ilustrasi Debt Collector/net |
Jakarta (SUKABUMINEWS) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) didesak menghentikan perusahaan jasa keuangan yang melakukan penagihan utang melalui pihak ketiga. Desakan muncul setelah sejumlah kasus menimbulkan korban dan praktik penagihan dengan cara premanisme yang meresahkan masyarakat.
Desakan itu muncul setelah peristiwa penagihan utang di depan Taman Makam Pahlawan Kalibata, Kamis 11 Desember, yang menimbulkan korban jiwa.
Anggota Komisi III DPR Abdullah menyoroti praktik penagihan utang yang melibatkan pihak ketiga. Ia menilai aturan ini tidak efektif dan berisiko menimbulkan tindak pidana. Abdullah, yang akrab disapa Abduh, menegaskan ini bukan kasus pertama.
“Ini kedua kalinya. Saya minta OJK menghapus aturan yang membolehkan pihak ketiga menagih utang,” ujar Abduh di Jakarta, Senin 15 Desember. Ia menilai Peraturan OJK Nomor 35 Tahun 2018 dan Nomor 22 Tahun 2023 bertentangan dengan prinsip perlindungan konsumen.
Abduh menjelaskan, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia tidak memberi mandat penagihan utang kepada pihak ketiga. “Hanya kreditur yang berhak menagih. OJK harus mengawasi dan memitigasi risiko, bukan hanya membuat peraturan,” katanya.
Ia menambahkan, praktik penagihan pihak ketiga juga terjadi di Jalan Juanda, Depok, Sabtu 13 Desember. “Kembalikan penagihan kepada pelaku usaha jasa keuangan. Perbaiki tata kelola dan lindungi konsumen,” ujarnya.
Abduh meminta OJK dan kepolisian menindak tegas pelaku usaha yang melanggar. Ia menekankan investigasi harus dilakukan, dan pelanggar mendapat sanksi baik etik maupun pidana. (VOI)

0تعليقات