![]() |
Tiga orang warga korban janji palsu pekerjaan di Proyek PT LMA Tol Bocimi Seksi III, Septian, Ujang Dadun, dan Asep Iong, menuntut keadian (gambar ilustrasi) |
Janji Pekerjaan di Proyek Tol Bocimi Seksi III oleh PT LMA Tak Kunjung Tiba, Dana Pribadi Raib, Korban Menuntut Keadilan
sukabumiNews.net, SUKABUMI – Di balik megahnya pembangunan Jalan Tol Bogor-Ciawi-Sukabumi (Bocimi) seksi III, terungkap kisah getir dari salah satu warga yang merasa telah dipermainkan oleh janji-janji pekerjaan yang tak kunjung ditepati.
Salah satunya adalah Septian, warga Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, yang mengaku telah mengeluarkan dana pribadi untuk pekerjaan yang dijanjikan. Meski tidak menyebutkan berapa jumlah biaya yang telah dikeluarkannya, namun yang jelas, hingga kini ia mengaku tak mendapat kepastian dan tanggung jawab dari pihak pemberi janji.
Pengalaman Korban: Janji yang Tak Tepati
Septian bukanlah satu-satunya. Ia bersama dua rekannya Ujang Dadun, mantan kepala dusun setempat, dan Asep Iong mengaku menjadi bagian dari tim yang dipercaya menangani urusan pengadaan dan pengelolaan lahan (disposal) untuk kepentingan proyek strategis nasional ini pada tahun 2024 lalu. Ketiganya bekerja atas komunikasi dan arahan dari perwakilan PT Lancar Maju Abadi (LMA), subkontraktor proyek Tol Bocimi Seksi III yang berada di bawah naungan PT Waskita Karya, sebagai kontraktor utama.
“Kami ini bagian dari tim lapangan yang pertama kali diminta turun untuk mengurus tanah yang akan dipakai sebagai lokasi disposal. Mulai dari pendataan, pengecekan lokasi, hingga pendekatan dengan warga yang terdampak. Tapi setelah dana operasional keluar dari kantong pribadi, kami seperti ditinggalkan begitu saja,” ungkap Septian saat ditemui awak media, Senin (30/6/2025).
Septian memaparkan bahwa Biaya Operasional Proyek (BOP) yang telah dikeluarkannya, digunakan untuk kebutuhan teknis awal, mulai dari pengukuran lahan, transportasi lapangan, hingga pengurusan dokumen administratif yang menjadi syarat dalam proses pengelolaan lahan tersebut.
“Ini bukan pekerjaan kecil, dan kami tidak asal kerja. Ada komunikasi yang cukup jelas di awal, tapi entah kenapa sekarang malah dibungkam,” tambahnya dengan nada kecewa.
Ujang Dadun, yang pernah menjabat sebagai kepala dusun, turut membenarkan hal tersebut. Menurutnya, ada unsur itikad baik dari warga yang ingin berkontribusi dalam proyek negara, namun pihak pelaksana justru abai terhadap komitmen. “Saya turun langsung ke masyarakat, menjelaskan pentingnya proyek ini. Tapi ujungnya kami seperti dimanfaatkan,” ujarnya.
Tanggapan Pihak Perwakilan PT LMA di Sukabumi
Sementara itu pihak PT LMA hingga saat ini belum memberikan klarifikasi resmi terkait tudingan tersebut. Upaya awak media untuk mendapatkan konfirmasi dari kantor perwakilan PT LMA di Sukabumi juga tidak membuahkan hasil, dengan alasan pimpinannya sedang berada di luar kota
"Mohon maaf, pak pimpinan saya sedang berada di luar kota meninjau proyek yang di pemalang. Nanti saya sampaikan ke pimpinan perihal apa yang bapak bapak pertanyakan," ucap Wiwit, salah satu staf PT LMA kepada awak media.
Proyek Tol Bocimi Seksi III yang digadang-gadang akan mempercepat konektivitas antara Jakarta dan Sukabumi tampaknya menyisakan luka bagi mereka yang terlibat di lini paling awal.
Kisah ini mengungkap persoalan mendasar yang sering kali luput dari perhatian publik: bagaimana nasib individu atau kelompok lokal yang memberikan kontribusi, namun tidak mendapat perlindungan hukum maupun pengakuan atas perannya.
“Kami bukan cari panggung. Kami hanya ingin keadilan. Keringat kami tidak bisa diukur dengan janji kosong. Kami percaya negara akan hadir jika memang niatnya membangun dengan adil,” tutur Asep Iong yang menjadi bagian dari tim kecil tersebut.
Kasus ini menjadi pelajaran penting bahwa dalam pembangunan infrastruktur nasional, prinsip keadilan dan tanggung jawab sosial harus ditegakkan. Warga lokal yang terlibat dalam proses awal seharusnya dilibatkan secara transparan dan diberi penghargaan layak atas jasa dan kontribusinya.
Septian dan rekan-rekannya kini hanya berharap agar pihak PT LMA maupun PT Waskita Karya tidak menutup mata dan segera membuka ruang dialog untuk menyelesaikan persoalan ini secara terbuka dan bermartabat.
“Saya yakin negara tidak akan membiarkan proyeknya menginjak martabat rakyat kecil,” pungkasnya.